Senin, 22 Agustus 2016

Buka Buku 14: Anak Istri Sunan Gunung Jati

tanda

MENINJAU SEPINTAS PANGGUNG SEJARAH PEMERINTAHAN KERAJAAN CERBON 1479-1809
Setelah banyak menemukan sumber yang lebih terpercaya, aku semakin meyakini bahwa Sunan Gunung Jati dan Fatahillah adalah orang yang berbeda.
Untuk kepentingan penulisan novelku, aku pun memperdalam lagi pengetahuanku tentang sosok Sunan Gunung Jati. Dari silsilah ke atas, aku temukan bahwa ternyata dia adalah cucu prabu Siliwangi. Ibunya, Nyai Lara Santang adalah putra Raja Pajajaran dari istri yang bernama Nyai Subang Larang.
Nyai Lara Santang, yang setelah berhaji berganti nama menjadi Syarifah Mudaim, kemudian diperistri Syarif Abdullah, bangsawan Arab. Dari perkawinan ini mempunyai 2 orang anak, salah satunya adalah Syarif Hidayatullah. Anak laki-laki inilah yang setelah remaja kemudian pulang ke Cirebon, dan kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Karena sosok Sunan Gunung Jati sangat terlibat dalam kisah yang bergolak di Demak, aku makin tertarik mengetahui lebih lanjut tentang silsilahnya, berikut hubungannya dengan keraton Demak. Maka aku pun merunut jalinan tersebut, mengapa Sunan Gunung Jati bisa demikian berpengaruh di Demak.
Hal itu kemudian kutemukan, karena selain menjadi Dewan Wali, dia pun ternyata menjalin pernikahan dengan keluarga Demak. Baik Sunan Gunung Jati sendiri, maupun anak-anaknya. Hingga terjadilah hubungan kekeluargaan antara Cirebon dan Demak yang sangat erat.
Dalam catatan sejarah yang kudapatkan dari buku “Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809”, Sunan Gunung Jati tercatat pernah mempunyai 6 orang istri.
Istri yang pertama adalah Nyai Ratu Kawunganten, putri bupati Kawunganten Banten. Darinya, Sunan Gunung Jati mempunyai 2 orang anak. Yakni Nyai Ratu Winahon dan Maulana Hasanudin, yang kemudian menjadi Sultan Banten. Hubungan dengan Demak terjalin karena Maulana Hasanuddin sendiri, menikahi salah seorang putri Sultan Trenggono, raja Demak ketiga.
Lalu dari istri yang bernama Nyai Babadan, anak Ki Gedeng Babadan, Sunan Gunung  Jati mempunyai dua anak juga. Yakni Pangeran Trusmi dan Ratu Martasari.Setelah itu Sunan Gunung Jati juga menikahi putri pamannya, Pangeran Cakrabuwana, yang bernama Nyai Ratu Dewi Pakungwati. Namun sang istri wafat ketika dalam peristiwa terbakarnya Masjid Agung Sang Ciptarasa dan tidak melahirkan keturunan. Istri berikutnya adalah Putri Ong Tien, putri seorang pembesar Cina, namun juga tidak mendapatkan anak.
Istri yang lain adalah Nyai Ageng Tepasari. Putri Ki Ageng Tepasan, salah seorang pembesar Majapahit yang telah menjadi keluarga Demak setalah Majapahit runtuh. Seorang perempuan yang dinikahinya di Demak, bersamaan dengan kedatangannya dalam pembangunan Masjid Demak. Dan inilah konon awal dari hubungan kekeluargaan antara Demak dan Cirebon mulai terjalin.
Dari Nyai Ageng Tepasari, Sunan Gunung Jati mendapatkan 2 orang anak, yakni Ratu Wulung Ayu dan Pangeran Pasarean. Dan hubungan makin terjalin erat dengan Demak, karena Ratu Wulung Ayu pun menikah dengan Pati Unus yang kemudian menjadi raja Demak kedua menggantikan ayahnya, Raden Patah. Sementara Pangeran Pasarean juga menjalin hubungan keluarga dengan Demak, karen menikai putri Raden Patah yang lain, Ratu Nyawa, yang sebelumnya adalah janda dari Pangeran Bratakelana, anak Sunan Gunung Jati juga namun dari istri lainnya.
Sementara dari pernikahannya dengan Nyai Lara Baghdad, putri Maulana Abdullrahman Al-Baghdadi, Sunan Gunung Jati mendapatkan 2 orang anak juga. Yang pertama adalah Pangeran Jayakelana, yang menikah dengan keluarga Demak juga, putri Raden Patah yang bernama Ratu Pembayun. Sementara putra kedua, Pangeran Bratakelana, juga menikah dengan anak Raden Patah yang lain, yakni Ratu Nyawa. Yang setelah kematiannya dalam pertarungan melawan bajak laut sepulang dari Demak, kemudian diperistri oleh saudaranya, Pangeran Pasarean.
Jadi pahamlah aku kemudian, mengapa Demak dan Cirebon mempunyai hubungan dekat. Yang pertama tentu karena kesamaan kedudukannya. Demak adalah penerus dari takhta Majapahit yang telah hancur, dan Cirebon yang  adalah penerus dari takhta Pajajaran yang telah runtuh. Raden Patah adalah keturunan dari Kertabumi, raja Majapahit terakhir, sementara Sunan Gunung Jati adalah cucu dari Prabu Siliwangi, raja Pajajaran terakhir.
Yang berikutnya adalah karena Sunan Gunung Jati termasuk Dewan Wali dari Kesultanan Demak, yang bertanggungjawab atas jalannya pemerintahan. Hal itulah yang makin menguatkan posisi Sunan Gunung Jati di Demak. Tentu saja selain karena telah terjadinya pernikahan antara Cirebon dan Demak.
oleh Nassirun Purwokartun pada 16 Juli 2011 pukul 19:56

0 komentar:

Posting Komentar